Aceh
merupakan sebuah Bangsa, Ras ataupun Kaum yang menduduki wilayah diujung sumatra (yang
dahulu pulau sumatra lebih dikenal dengan andalas) yang berbatasan diantara
samudra hindia dan selat malaka. Untuk lebih detailnya silahkan Baca Biografi Aceh.
Aceh
adalah sebuah nama yang memiliki berbagai cerita, legenda, mitos dan
cerita-cerita Sejarah Aceh yang begitu menggema
dengan Sejarah Kerajaan Islam Aceh.
bahkan dari berbagai sumber yang saya dapat, aceh merupakan sebuah bangsa yang
sudah dikenal oleh dunia international semenjak berdirinya sebuah kerajaan Poli
didaerah Pidie dan mencapai Puncak Kejayaan
Kerajaan Aceh dan Masa Ke Emasan Aceh
pada Masa Kerajaan Aceh Darussalam (Kerajaan Darulldunia)
pada Masa Kesultanan
Iskandar Muda yang terkenal dengan kearifannya dan
berakhirnya masa kesultanan Aceh itu pada Masa
Kesultan Muhammad Daud syah pada tahun
1903.
Setelah
tahun 1903 hinggi 1945 Aceh tetap berdiri tegak dan terus berjuang
mempertahankan kemerdekaan Tanah Aceh dari Penjajah Belanda dan
juga Jepang yang dipimpin oleh Bangsawan-bangsawan, Para Hulubalang,
Ulama-ulama
dan Pahlawan-Pahlawan
Aceh diantaranya Cut Mutia, Teuku Umar, Cut
Nyak Dhien dan lain-lainnya. Click disini Daftar
Nama Pahlawan Aceh
Sebelum
bergabung dengan Negara Indonesia pada tahun 1945, Aceh merupakan sebuah
Kerajaan/Negara yang mempunyai sebuah undang-undang yang bersyari'atkan Hukum
Islam, lalu kenapa sekarang Aceh bergabung dengan Indonesia? Semua itu terjadi
karena pada Masa Perjuangan Melawan Penjajah Belanda Daud
Beureueh yang
waktu itu memimpin aceh termakan oleh janji-janji manis dan air mata buaya
Presiden Pertama Indonesia Soekarno.
Ada
begitu banyak sekali Fakta dan yang ternama tentang Aceh, berikut dari Fakta
dari beberapa tulisan Ternama Tentang Aceh yang sempat mendunia :
Menurut
H Muhammad Said (1972)
Semenjak
Abad Pertama Masehi, Aceh sudah menjadi Jalur Perdagangan Dunia International.
Pelabuhan Aceh menjadi tempat perlintasan dan juga persinggahan bagi para
pedagang rempah-rempah. Malah diantara para pedagang itu ada yang kemudian
menetap diaceh sehingga terjadinya interaksi dari berbagai suku bangsa yang
kemudian membuat Suku Aceh pada sekarang ini mempunyai wajah yang beragam, ada
yang mirip Arab, Cina, Eropa dan juga India. Seperti dikutip Oleh H.
Muhammad Said (Pengarang Buku Aceh Sepanjang
Abad) pada Catatan Thomas
Braddel yang menyebutkan pada masa zaman yunani, orang-orang
Eropa mendapatkan rempah-rempah timur dari Saudagar
Iskandariah seorang Bandar Negeri Mesir terbesar dipantai
Laut Tengah kala itu. Tetapi, rempah-rempah tersebut bukanlah asli dari
Iskandariah melainkan mereka memperoleh dari orang Arab Saba. Orang Arab Saba
mengangkut rempah-rempah tersebut dari daerah Barygaza atau pesisir pantai
Malabar India dan dari pelabuhan-pelabuhan lainnya. Sebelum rempah-rempah
tersebut diangkut kenegeri mereka, rempah-rempah tersebut dikumpulkan di
Pelabuhan Aceh.
Menurut
Raden Hoesein Djajadiningrat
Dalam
bukunya yang berjudul Kesultanan Aceh (Terjemahan Teuku Hamid, 1982/1983) menyebutkan bahwa
berita-berita tentang Aceh sebelum abad ke-16 Masehi dan mengenai asal-usul
pembentukan Kerajaan Aceh sangat bersimpang-siur dan terpencar-pencar.
Menurut
H Muhammad Zainuddin (1961)
Dalam bukunya Tarich Aceh dan
Nusantara, menyebutkan bahwa bangsa Aceh
termasuk dalam rumpun bangsa Melayu, yaitu; Mantee (Bante), Lanun, Sakai Jakun,
Semang (Orang Laut), Senui dan lain sebagainya, yang berasal dari Negeri Perak
dan Pahang di tanah Semenanjung Melayu. Semua bangsa tersebut erat hubungannya
dengan bangsa Phonesia dari Babylonia dan bangsa Dravida di lembah sungai Indus
dan Gangga, India. Bangsa Mante di Aceh awalnya mendiami Aceh Besar, khususnya
di Kampung Seumileuk, yang juga disebut Gampong Rumoh Dua Blah. Letak kampung
tersebut di atas Seulimum, antara Jantho dan Tangse. Seumileuk artinya dataran
yang luas. Bangsa Mante inilah yang terus berkembang menjadi penduduk Aceh Lhee
Sagoe (di Aceh Besar) yang kemudian ikut berpindah ke tempat-tempat lainnya. Sesudah
tahun 400 Masehi, orang mulai menyebut ”Aceh” dengan sebutan Rami atau Ramni.
Orang-orang dari Tiongkok menyebutnya lan li, lanwu li, nam wu li, dan nan poli
yang nama sebenarnya menurut bahasa Aceh adalah Lam Muri. Sementara orang
Melayu menyebutnya Lam Bri (Lamiri). Dalam catatan Gerini, nama Lambri adalah
pengganti dari Rambri (Negeri Rama) yang terletak di Arakan (antara India
Belakang dan Birma), yang merupakan perubahan dari sebutan Rama Bar atau Rama
Bari.
Menurut
Rouffaer
Salah seorang penulis sejarah, menyatakan kata al Ramni atau al
Rami diduga merupakan lafal yang salah dari kata-kata Ramana. Setelah
kedatangan orang portugis mereka lebih suka menyebut orang Aceh dengan Acehm.
Sementara Orang Arab Menyebutnya Asji
Penulis-penulis Perancis menyebut nama Aceh dengan Acehm, Acin,
Acheh ; orang-orang Inggris menyebutnya Atcheen, Acheen, Achin.
Orang-orang Belanda menyebutnya Achem, Achim, Atchin, Atchein, Atjin, Atsjiem,
Atsjeh, dan Atjeh. Orang Aceh sendiri, kala itu menyebutnya Atjeh.
Ragamnya
Informasi Tentang Asal Usul Aceh
Informasi tentang asal-muasal nama Aceh memang banyak ragamnya.
Dalam versi lain, asal-usul nama Aceh lebih banyak diceritakan dalam Mythe, cerita-cerita lama, mirip
dongeng. Di antaranya, dikisahkan zaman
dahulu, sebuah kapal Gujarat (India) berlayar ke Aceh dan tiba di Sungai
Tjidaih (baca: Ceudaih yang
bermakna “Cantik”, kini disebut Krueng Aceh). Para anak buah kapal
(ABK) itu pun kemudian naik ke darat menuju Kampung Pande. Namun,
dalam perjalanan tiba-tiba mereka kehujanan dan berteduh di bawah sebuah pohon.
Mereka memuji kerindangan pohon itu dengan sebutan, Aca, Aca, Aca, yang artinya indah,
indah, indah. Menurut Hoesein Djajadiningrat, pohon itu
bernama bak si aceh-aceh di Kampung Pande.
Menurut
Versi Lain
Diceritakan tentang perjalanan Budha ke Indo China dan kepulauan
Melayu. Ketika sang budiman itu sampai di perairan Aceh, ia melihat cahaya
aneka warna di atas sebuah gunung. Ia pun berseru “Acchera Vaata Bho” (baca: Acaram
Bata Bho, Alangkah Indahnya). Dari kata itulah lahir nama Aceh. Yang
dimaksud dengan gunung cahaya tadi adalah ujung batu putih dekat Pasai.
Dalam Cerita
Lain Disebut
Ada dua orang kakak beradik sedang mandi di sungai. Sang adik
sedang hamil. Tiba-tiba hanyut sebuah rakit pohon pisang. Di atasnya tergeletak
sesuatu yang bergerak-gerak. Kedua putri itu lalu berenang dan mengambilnya.
Ternyata yang bergerak itu adalah seorang bayi. Sang kakak berkata pada adiknya
“Berikan ia padaku karena kamu sudah
mengandung dan aku belum”. ”Permintaan
itu pun dikabulkan oleh sang adik”. Sang kakak lalu membawa pulang bayi itu
ke rumahnya. Dan, ia pun berdiam diri di atas balai-balai yang di bawahnya
terdapat perapian (madeueng) selama
44 hari, layaknya orang yang baru melahirkan. Ketika bayi itu diturunkan dari
rumah, seisi kampung menjadi heran dan mengatakan: adoe nyang mume, “a nyang ceh” (Maksudnya si adik yang hamil, tapi si kakak yang melahirkan).
Mitos Lainnya
pada zaman dahulu ada seorang anak raja yang sedang berlayar,
dengan suatu sebab kapalnya karam. Ia terdampar ke tepi pantai, di bawah
sebatang pohon yang oleh penduduk setempat dinamaipohon aceh. Nama pohon itulah
yang kemudian ditabalkan menjadi nama Aceh.
Talson
Menceritakan
pada suatu masa seorang puteri Hindu hilang, lari dari negerinya,
tetapi abangnya kemudian menemukannya kembali di Aceh. Ia mengatakan kepada
penduduk di sana bahwa Puteri itu aji,
yang artinya ”adik”. Sejak itulah putri itu diangkat menjadi pemimpin mereka,
dan nama aji dijadikan sebagai nama
daerah, yang kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi Aceh.
Mitos Dari
Kalangan Rakyat Aceh
Menurut kalangan masyarakat aceh menyebutkan istilah Aceh berasal
dari sebuah kejadian, yaitu istri raja yang sedang hamil, lalu melahirkan. Oleh
penduduk saat itu disebut Ka Ceh yang artinya Telah Lahir. Dan, dari
sinilah asal kata Aceh.
Kisah Lainnya
Bangsa Aceh mempunyai karakter yang tidak mudah pecah. Hal ini
diterjemahkan dari rangkaian kata A yang artinya tidak, dan ceh
yang artinya Sudah Pecah, . Jadi,
kata aceh bermakna tidak pecah.
Dikalangan
Peneliti Sejarah dan Antropologi
Asal Usul Bangsa Aceha
adalah dari suku Mantir (Mantee, bahasa
Aceh) yang hidup di rimba raya Aceh. Suku ini mempunyai ciri-ciri dan
postur tubuh yang agak kecil dibandingkan dengan orang Aceh sekarang. Diduga
suku Manteu ini mempunyai kaitan dengan Suku Bangsa Mantera di Malaka,
bagian dari Bangsa Khmer dari Hindia Belakang.
Sumber Artikel
: Okie 07:57, 7 Mei 2011 (UTC) Syauqie
Comments
Post a Comment